MIRMAGZ.com – Manusia tidak lagi dipandang sebagai subjek bahasa, subjek pemikiran, subjek tindakan, dan pusat sejarah. Dalam wilayah hermeneutik manusia tidak lagi dilihat sebagai subjek atas pemaknaan realitas, disini manusia tidak “berbicara sendiri”, melainkan “dibicarakan”, baik oleh struktur bahasa, ekonomi-sosial, politik, dan lain sebagainya.
Manusia benar-benar tidak lagi mengendalikan atau mencetak bahkan membentuk struktur dan sistem, tapi justru dikendalikan, dicetak atau dibentuk oleh struktur dan sistem.
Ilmu hermeneutika akan berbicara tentang bahasa, teks, isi, kata dan pembicaraan, yang berupaya memberikan pemaknaan dan pemahaman yang mendalam terhadap teks tersebut. Di mana, bahasa sebagai obyek.
Maka ketika seorang penafsir memahami dan mengeluarkan bahasa, bisa dilakukan penyeledikan tema-tema terhadap tafsir tersebut. Dengan demikian bisa terjadi apabila filsafat mengeluarkan tafsir (bahasa, dan teksnya), bisa ditafsirkan kembali menjadi “filsafat mengenai filsafat”.
Kata hermeneutik atau –dalam bahasa Inggris- hermeneutics berasal dari kata Yunani hermeneuein yang berarti “menerjemahkan”, atau “bertindak sebagai penafsir”. Menurut Ricard E. Palmer, ada enam definisi hermeneutik untuk membantu kita untuk membacanya;
- Pengertian paling tua dan bertahan sampai sekarang, adalah hermeneutik sebagai teori eksegesis[1]
- Hermeneutik sebagai metodologi filologis, dimana definisi ini muncul lewat perkembangan rasionalitasme di Eropa yang mencoba menafsirkan berbagai teks, termasuk Alkitab, dalam terang nalar.
- Hermeneutik sebagai ilmu pemahaman linguistik, Schleiermacher yang mencoba menggariskan “seni memahami” sebagai metode. Inilah yang disebut sebagai hermeneutik modern.
- Hermeneutik sebagai dasar metodologis ilmu sosial-kemanusiaan, yang mana Dilthey meletakkannya metode intepretatif.
- Hermeneutik sebagai fenomenologi Dasein dan pemahaman eksistensial, dari Heidegger, sebuah konsep hermeneutik sebagai fenomenologi Dasein dan pemahaman eksistensial. Sebuah pendalaman konsep hermeneutik yang tidak hanya mencakup pemahaman teks, melainkan menjangkau dasar-dasar eksistensial manusia.
- Hermeneutik sebagai sistem intepretasi, definisi yang berasal dari Ricoeur ini mengacu pada teori tentang aturan-aturan eksegesis dan mencakup dua macam sistem; pertama pemulihan makna sebagaimana dipraktikkan dalam demitologisasi Bultmann, dan kedua ikonoklasme atau demistifikasi, sebagaimana dipraktekkan oleh Marx, Nietzsche, dan Freud.
Sistem intepretasi yang muncul dalam hermeneutik, diawali oleh Gadamer, dilanjutkan oleh Habermas, Derrida, dan diresapi oleh filsuf berikutnya sampai kita hari ini.
Tapi tonggak terakhir perkembangan Hermeneutik yang berkembang dari teks agama, menjadi hermeneutik yang menjadi metode, berada di Gadamer, Hans-Georg Gadamer, seorang anak dari Professor Fisika di Jerman, murid langsung Martin Heidegger.
Heidegger melihat bahwa interpretasi ada dalam wilayah ontologis, bagaimana ini tercipta. Gadamer mengadopsinya dalam wilayah empiris, jadi ada pra-pemahaman sebelum muncul sebuah pemahaman dalam diri kita.
Bagi Gadamer, hermeneutika bukan hanya sekedar menyangkut persoalan metodologi penafsiran, melainkan penafsiran yang bersifat ontologi, yaitu bahwa understanding itu sendiri merupakan the way of being manusia.
Sehingga bisa dikatakan bahwa lebih kepada usaha memahami dan penginterpretasi sebuah teks, baik teks keagamaan maupun hal lain, seperti seni dan sejarah.
Gadamer menegaskan bahwa setiap pemahaman kita senantiasa merupakan suatu yang bersifat historis, peristiwa diakletis, dan peristiwa kebahasaan.
Kerena itulah terbuka kemungkinan terciptanya hermeneutika yang lebih luas. Kunci pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi maupun pengendalian, yang mana akan berkaitan dengan pengalaman bukan hanya pengetahuan; berkaitan dengan dialektika bukan metodologi.
Hermeneutika dialektis membimbing manusia untuk menyingkap hakekat kebenaran, serta menemukan hakekat realitas segala sesuatu secara sebenarnya.
Teori Hermeneutika Gadamer
Gadamer berpandangan bahwa membaca dan memahami sebuah teks pada dasarnya adalah melakukan dialog dan membangun sintesis atas sebuah teks, dunia pengarang dan dunia pembaca.
Dunia teks, dunia pengarang, dan dunia pembaca menjadi objek penting dalam konstruksi berfikir hermenutika gadamer. Terdapat setidaknya empat teori yang diajukan Gadamer;
(1) Prasangka Hermenutik: Pembacaan tentang diri dan pemahaman di dalamnya merupakan konstruksi yang telah ada dan dibentuk dalam konstruksi berifkir tentang manusia itu sendiri.
Dibentuk oleh lingkungan dan membentuk pemahaman baru yang muncul dari dirinya. Gadamer menekankan adanya pemikiran yang kritis terhadap apa yang dihadapi dalam penafsiran yang dilakukan.
Kita tidak akan terlepas begitu saja dengan berbagai pengalaman penafsiran kita yang lalu terhadap suatu teks. Hal ini yang seharusnya membentuk prasangka yang juga menjadi tafsiran kita terhadap apa yang akan ditafsirkan.
(2) Lingkaran Hermenutika; Secara tradisional, lingkaran hermeneutik mengandung makna bahwa teks harus ditafsirkan secara sirkular: bagian-bagian harus dilihat dalam keseluruhan dan sebaliknya keseluruhan harus dipandang juga menurut bagian-bagiannya.
Ini berarti bahwa proses pemahaman memerhitungkan kaitan erat antara keseluruhan dengan masing-masing bagiannya. (Darmadji, 2013; Sumber)
(3) “Aku-Engkau” menjadi “Kami”; Pemahaman akan terbentuk apabila penyebutan Aku dan Engkau yang memiliki makna personal dan perbedaan pandangan menjadi “Kami” yang satu pemahaman, maka dalam ceramahnya F. Budi Hardiman dalam kelas Salihara (2016) mengatakan bahwa kita akan mencapai pemahaman apabila, dalam satu ruang “kesepahaman”, memahami bersama dalam wilayah yang baru.
(4) Hermeneutika Dialektis; Teks akan berbunyi dan hidup ketika dipahami, ditafsirkan, dan diajak dialog dengan pembacanya, teks menjadi bermakna karena kita memaknainya.
Pemahaman dan pengalaman sampai batas-batas tertentu merupakan refleksi dan penafsiran subyektif yang muncul dari proses dialog seseorang dengan dunia yang dihadapi termasuk dunia tradisi dan teks.
Apa yang dilakukan Pembaca pada Teori Gadamer?
Secara tidak langsung pembaca dan kita akan memproduksi ulang, dan menafsirkan teks sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan subyektivitasnya, sehingga apabila pembacaan terhadap teks yang sama, dan kemudian dibaca ulang akan melahirkan pemahaman baru.
Begitupun karya seni, yang akan terus menerus ditafsirkan sesuai dengan semangat zamannya. Membentuk penafsiran baru, membawa pemaknaan baru.
Bentuk manusia juga akan diberlakukan untuk mereka yang telah belajar tentang kehidupan. Tentang bagaimana mereka menjalani kehidupan, menyelami kehidupan itu sendiri dan akhirnya memahami bahwa dunia tidak sesempit kelihatannya. Terus mereproduksi makna baru, pengetahuan baru, dan kebijaksanaan baru.
[1] Eksegesis atau –dalam bahasa Inggris- Eksegese atau bahasa Yunani: ἐξήγησις adalah sebuah istilah yang dapat kita artikan sebagai suatu usaha untuk menafsirkan sesuatu.

Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.
1 thought on “Teori Hermeneutika Hans-Georg Gadamer”
Pingback: Resume Diskusi di Ruang Cyan: Apakah Desainer Terjebak pada Kesadaran Masa Lampau? - Mirmagz