MIRMAGZ.com – Susanne Katherina Knauth, atau biasa disebut namanya Susanne K Langer (1895-1985), filsuf, peneliti, dan pendidik yang berfokus pada analisis linguistik dan estetika.
Lulusan sarjana Radcliffe College dan meneruskan pendidikan pascasarjana di Universitas Harvard dan di Universitas Vienna.
Setelah lulus, dia menjadi dosen yang mengajar filsafat di Universitas Columbia tahun 1945-1950, dan menjadi profesor filsafat di Connecticut College pada tahun 1961.
Dalam bukunya yang paling terkenal, Philosophy in a New Key: A Study in the Symbolism of Reason, Rite and Art (1942), dia berusaha untuk memberikan klaim terhadap seni bahwa sains diberikan dengan menggunakan analisis Whitehead tentang mode simbolik.
Teori simbol yang dinyatakan Langer pada buku ini adalah bahwa simbolisme adalah ‘new key’ untuk memahami bagaimana pikiran manusia berubah menjadi kebutuhan untuk mengekspresikan diri.
Buku yang lain membahas tentang bagaimana membedakan simbol seni non-diskursif dari simbol diskursif bahasa ilmiah ada dalam Feeling and Form (1953), ia menyampaikan bahwa seni, terutama musik, adalah bentuk ekspresi yang sangat diartikulasikan yang melambangkan pengetahuan langsung atau intuitif tentang pola kehidupan — misalnya, perasaan, gerak, dan emosi — yang tidak bisa diungkapkan oleh bahasa biasa.
Sedangkan, dalam karya tiga jilid Mind: An Essay on Human Feeling (1967, 1972, dan 1982), Langer berusaha melacak asal mula dan perkembangan pikiran tentang manusia.
Semua seni itu sama, hanya materinya yang berbeda, berasal dari ide yang sama, teknik yang dilakukan analog. Bagi Langer ini merupakan pemikiran yang menjerumuskan dan tidak benar. Setidaknya ada 3 (tiga) prinsip dalam seni; ekspresi, kreasi, dan bentuk seni.
-Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, hlm.66
Prinsip pertama, karya seni merupakan bentuk ekspresi yang diciptakan dari persepsi seniman lewat indera dan pencitraan, dan yang diekspresikan dalam perasaan manusia.
Perasaan yang dimaksud memiliki lingkup yang luas; suatu yang dapat dirasakan, sensasi fisik, penderitaan, gairah, kegembiraan, tekanan pikiran, emosi yang begitu kompleks dalam diri manusia.
Tugas seniman adalah mengobjektifkan pengalaman pribadinya, dimana seni bukan alat untuk terapi jiwa senimannya dengan memuntahkan perasaannya dalam bentuk benda seni.
Seni adalah ekspresi perasaan yang diketahuinya (melalui pengalaman, pengindraan, dan keseharian) sebagai perasaan seluruh umat manusia, dan bukan perasaan dirinya sendiri.
Kebenaran perasaan inilah yang umumnya harus dicapai, ditemukan oleh seniman, meskipun dia dapat mendasarkannya pada pengalaman perasaan pribadinya. Hal ini memerlukan kepekaan, kecerdasan, dan kebijaksanaan.
Prinsip kedua, kreasi, yang dalam bahasa Indonesia mungkin disebut sebagai ciptaan. Sesuatu yang tercipta berarti berwujud, yang tadinya tidak ada menjadi ada.
Pada prinsip kedua ini seni harusnya mewujud dalam material tertentu yang mana material ini didapatkan tidak dari tubuh seniman, namun dari benda-benda diluar dari seniman.
Seniman menciptakan sebuah ilusi, gambar, berupa ruang virtual. Ruang virtual dalam seni adalah ruang yang diciptakan dari material-material seni yang dibutuhkan dalam membentuk ruang tersebut.
Bentuknya abstrak meskipun terwujud dalam bentuk yang kongkrit. Yang mewujudkan oleh struktur ruang virtual adalah ide, konsepsi pengalaman subjektif atau gejolak kehidupan perasan dalam keseharian.
Bagaimanapun, dalam pemahaman suatu karya, kita melihatnya tidak sebagaimana pemilikan bentuk ekspresinya, tetapi sebagaimana keberadaannya, tegas Langer.
Prinsip kreasi ini bukan merupakan konsepsi nilai, sehingga apa yang disebut kreasi itu juga meliputi lukisan atau gambar yang vulgar, nyanyian yang ada Susanne K. Langer dalam ‘permukaan’, tarian yang kekanak-kanakan, atau sebuah sajak yang tercipta begitu saja.
Prinsip terakhir, bentuk dalam karya seni adalah pengertian abstrak yaitu struktur, artikulasi, hasil menyeluruh dari hubungan berbagai faktor yang saling terhubung, atau lebih tepatnya terkait berbagai aspek secara keseluruhan.
Seni merupakan ciptaan bentuk ‘hidup’, yang di dalamnya memiliki dinamika, ada kesatuan logis dalam dirinya. Sifatnya harus organis, dinamis, hidup dan penuh vitalitas.
Dari bentuk inilah yang akhirnya menjadikan penikmat seni meneropong kemungkinan yang akan ada.
Bentuk inilah yang akan menyangkut tentang nilai, misalkan bentuk seni yang hidup, yang dinamis, yang organis, yang berstruktur logis, yang penuh dengan vitalitas gerak dalam dirinya, merupakan karya seni yang berhasil. Akan ada banyak intrepetasi yang muncul ketika melihatnya.
Ketiga prinsip Langer tersebut saling berkait, apabila membahas kreasi maka perlu disinggung ekspresi dan bentuknya, begitupun yang lain. Pandangan dari filsafat ini, menjadikan pemikiran Langer cukup terkenal dalam wilayah Filsafat Seni

Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.
5 thoughts on “Seni dalam Pandangan Susanne K Langer”
Pingback: Nilai Seni dari Pandangan Jakob Soemardjo - Mirmagz
Pingback: Pengalaman Sekolah Doktoral di ISI Yogyakarta? Bagaimana Pengalaman Mereka? - Mirmagz
Pingback: Resensi Buku: Redefinisi Desain oleh Eka dan Syarif - Mirmagz
Pingback: anextravout.hatenablog.com
Pingback: canada pharmacy