MIRMAGZ.com – Seni akan berkaitan dengan penghayatan, sedangkan ilmu seni akan merupakan pemahaman.
Seni untuk dinikmati, sementara ilmu seni untuk memahami, kata Jakob Soemardjo dalam bukunya “Filsafat Seni”. Orang bisa saja melihat wayang dan menikmatinya sebagai sebuah seni, dan juga menunjukkan bagaimana seni wayang yang baik seperti apa.
Misalkan adegan gara-gara yang lucu itu ketika Bagong melakukan apa, siapa dalangnya. Namun, apabila ditanya mengapa adegan itu bagus dan yang lain kurang bagus, belum tentu dia mampu menjawabnya.
Padahal kebiasaannya menonton pewayangan dan menikmatinya merupakan proses panjang yang akhirnya mendefinisikan bahwa seni wayang tersebut bagus lewat pengalaman selama ini. Layaknya kita membutuhkan seni dalam kehidupan.
Ahli seni yang sesungguhnya akan dapat memilih karya seni yang baik sekaligus mempertanggungjawabkannya mengapa seni itu baik dan layak untuk dikatakan bagus.
Paradoksial terjadi ketika satu sisi mencintai seni tanpa memahami, sisi yang lain mencintai seni dengan pemahaman.
Sesungguhnya cinta tanpa pemahaman dapat tidak setia dan tidak awet, kata Jakob Soemardjo.
Indonesia memiliki banyak orang mencintai seni, entah itu seni tradisional dengan gamelannya, dengan wilayah adiluhung lainnya. Banyak juga orang yang mencintai seni dengan begitu saja, “karena saya lihat suka, jadi cinta”.
Namun tidak banyak pencinta seni yang juga memahami seni beserta ilmu seni lengkap dengan segala pemahaman yang menyeluruh.
Itulah akhirnya menjadi tugas kritikus atau pengulas seni untuk bertanggungjawab atas penghayatan dan cara menikmati serta pemahaman seni.
Bisa dibilang bahwa Seni sendiri merupakan bentuk yang abstrak, sehingga penerimaan setiap orang berbeda dengan yang lain.
Bisa diperdebatkan, didiskusikan, pada hakikatnya seni memang harus menjadi penyadaran manusia terhadap sesuatu. Ilmu seni yang mendiskripsikan horizon seni itu sendiri, menunjukkan sebagaimana pemahaman seni yang dilihat dari orang-orang yang mencintai seni, namun belum memahami ilmu seni.
Ilmu seni akan menunjang banyak hal, termasuk penciptaan seni setelahnya. Bentuk ilmu seni yang beragam inilah yang pada akhirnya membuka cakrawala seni yang begitu besar, memberikan pandangan keluasan, ciri, nilai, hakikat seni itu sendiri.
Asal ilmu seni ini juga akan berakar pada seniman yang menciptakan seni itu sendiri, maka bisa dikatakan seniman ini juga ilmuwan dan ahli seni, hanya mereka tidak sempat menuliskannya menjadi sebuah karya tertulis dan dibaca.
Ini yang juga merupakan pengaruh dari budaya lisan di Indonesia yang akhirnya menjadikan seni turun-temurun untuk diadopsi oleh generasi selanjutnya.
Bisa kita pahami bagaimana sekolah di Indonesia awal abad-19. Di mana sekolah menjamur di Barat, sementara di Indonesia masih terkungkung dalam penjajahan.
Bukan berarti ini hilang, terkadang sudah menjadi satu, melalui ketubuhan sang seniman. Memang tugas berikutnya untuk generasi hari ini adalah mendokumentasi, menganalisis seni, agar menjadi ilmu seni yang bisa digunakan untuk masa depan Indonesia.
Pengantar ini yang nantinya akan menemani dalam penulisan seni secara umum. Entah itu seni rupa, seni teater, seni wayang, seni tari, dan bentuk seni yang lain di Indonesia.
Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.