Cara Mengkaji Karya Seni Rupa: Estetika-Mayer Schapiro dan Kritik Seni-Feldman

MIRMAGZ.com – Karya seni rupa merupakan objek yang berbeda dengan keseharian kita sebagai manusia. Bagaimana bentuk karya seni juga sangat dipengaruhi oleh penciptanya. Banyak karya seni yang diciptakan oleh seniman yang akhirnya mendapatkan harga tinggi dalam rupiah, maupun sebagai pengingat kehidupan.

Bahkan banyak karya seni yang mengambil keseharian, yang memiliki tujuan untuk memberitahu manusia bahwa ada seni dalam hari-harinya. Namun, bagaimana cara untuk memahaminya? Mengkajinya?

Kajian seni rupa merupakan kajian yang telah lama dilakukan, yang menurut sejarah yang ditulis pertama kali, untuk kajian seni rupa, oleh Giorgio Vasari, lahir pada 30 Juli 1511, di Arezzo [Italy]—dan meninggal pada 27 Juni 1574, di Florence, seorang arsitek, pelukis berkebangsaan Italia, pada masa Renaissanse.

Baca juga:  Bentuk Estetik pada Seni

Vasari memulai penulisan sejarah seni semasa hidupnya dengan teknik diskriptif, pada akhirnya melalui karyanya, pemikir sejarah seni setelahnya dengan mengikuti caranya. Dan akhirnya banyak yang mengembangkan menjadi berbagai macam cara untuk membaca karya seni rupa; termasuk Filsafat Seni-Estetika ataupun Kritik Seni.

Estetika menjadi perbincangan yang hangat ketika membicarakan seni itu sendiri. Bagaimana mengukur keindahannya, menakar seberapa indah sesuai dengan zamanya merupakan tugas estetika secara umum dari zaman Yunani, bahkan sampai Post-modern seperti hari ini.

Salah satu cara membaca karya seni melalui kacamata estetika adalah dari sudut pandang Meyer Schapiro (1904 – 1996), tentang Estetika yang menyejarah.

Kritik Seni juga menempati caranya sebagai bagian dari mengintepretasi karya seni rupa. Bentuk Kritik Seni memungkinkan untuk pengamat seni, penikmat seni memberikan intepretasi yang lebih objektif tentang karya seni itu sendiri.

Edmund Burke Feldman mengatakan bahwa pengekspresian itu menggunakan: (1) Unsur-unsur visual, yang terdiri dari garis, warna, bentuk, tekstur dan ruang atau gelap terang. (2) Organisasi dari unsur-unsur tersebut, yang meliputi kesatuan, keseimbangan, irama dan perbandingan ukuran.

Baca juga:  Mengapa Seni Ada dalam Keseharian?

Estetika Meyer Schapiro

Estetika yang dicetuskan oleh Meyer Schapiro memfokuskan pada Gaya yang sedang dikembangan dan lingkungan dari pelukis tersebut. Sehingga dalam sebuah karya seni maupun desain akan diamati bagaimana gaya ini membentuk ciri yang autentik dan khas.

Elemen sejarah tidak akan lepas dari bidikan Estetika model Schapiro ini. Waktu diakronis mutlak dibutuhkan untuk membentuk konstruksi pemikiran tentang sebuah karya lukis yang dibuat pada zamannya.

Misalkan ketika kita ingin melihat Affandi melukis abstraknya, untuk melihat bagaimana bentuk estetika Affandi, bisa mendiskripsikan secara formal yang ditunjang dengan sosial-masyarakat, pelukis di zamannya.

Melihat kualitas lukisannya sesuai dengan zamannya, menjadi bagian penting dari cara membaca melalui kacamata Schapiro. Sehingga terbentuknya sisi indah yang dimaksudkan Schapiro sebagai Estetika yang menyejarah, merupakan ulasan sejarah dari pelukis, lukisan, dan zamannya.

Artikel yang mencoba untuk mengaplikasikan dari Estetika-Schapiro adalah tulisan Putri Rhamad Qaeda salah satu mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI, tentang dua lukisan Affandi dan Popo Iskandar pada Penggunaan Teori Estetika – Schapiro.

Baca juga:  Nilai Seni dari Pandangan Jakob Soemardjo

Kritik Seni Feldman

Kritik dibutuhkan untuk membuat karya seni rupa terbaca oleh pembaca awam terhadap karya seni, terutama seni rupa. Edmund Burke Feldman memiliki 4 tahap dalam mengkritik karya seni rupa, terdiri dari:

  1. Deskripsi
    Tahap pertama, berisi pengumpulan data sesuai fakta, bukan dari imajinatif pengkritik seni/kritikus. Data harus mudah dan dapat dipahami secara umum. Lalu, kritikus menguraikan proses pembuatan dibalik karya seni yang akan di kritik. Seperti media, kanvas, cat yang digunakan. Pada tahap pertama, bisa dikatakan bahwa deskripsi yang dimaksud berisi identifikasi benda dan analisis tentang proses pembuatan suatu karya seni.
  2. Analisis Formal
    Tahap ini, seorang kritikus diharuskan untuk memberikan kesan dari hasil pengamatan. Kesan nya tersebut meliputi kualitas garis, bentuk, pencahayaan, warna, penataan figur-figur, lokasi serta ruang dalam objek pengamatan. Reaksi kritikus terhadap sebuah bentuk berasal dari bentuk yang dilihatnya . Di tahap ini boleh berbeda pendapat satu orang dengan yang lainnya. Karena ini berlandaskan ketelitian, kejelian, sensitifitas, pengalaman, dari kritikus tersebut.
  3. Interpretasi
    Interpretasi akan berpusat pada makna seni, tema karya, masalah artistik, masalah intelektual karya,dan memperhitungkan objek secara keseluruhan. Dalam tahap ini, untuk menemukan interpretasi kritikus diberikan pilihan untuk mengamati lingkungan sekitar dari karya tersebut yang nantinya membentuk asumsi.
  4. Evaluasi
    Langkah terakhir dari kritik seni Feldman adalah Evaluasi. Tujuannya adalah utuk menentukan nilai dari suatu karya seni. Penilaian disini harus ada kriteria atau tolak ukur tertentu. Semua karya seni tidak otonom kedudukannya, maka diperlukan kriteria ekstrinsik. Ekstrinsik yang dimaksudkan adalah latar belakang karya seni. Dengan adanya kriteria ekstrinsik maka suatu karya seni bisa menjadi lebih bermakna. Pada tahap evaluasi ini, menetapkan tingkatan sebuah karya dalam hubungannya dengan karya lain yang sejenis atau meletakan posisi apakah dia pengikut atau pelopor. Jika pelopor, pada aspek apa dia mempelopori. Jika pengikut, adakah nilai khusus atau unik yang membedakan dengan karya yang sejenis? Eufemisme atau menghaluskan pernyataan juga bisa di pakai dalam tahap ini. Karena tahap ini terdapat membandingkan satu karya seni dengan karya seni yang sejenis. Tetapi juga harus tetap hati hati.

Artikel yang mencoba untuk mengaplikasikan dari Kritik Seni Feldman adalah tulisan Mugyasmi Nur Cholifatunnisa yang juga salah satu mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI, tentang lukisan Raden Saleh pada Kajian Kritik Feldman.

Dua cara tersebut dapat digunakan lebih komprehensif untuk membaca karya seni rupa yang ada di berbagai belahan dunia. Tidak semata-mata milik dunia akademik, namun siapapun bisa mengintepretasinya secara berbeda.

Baca juga:  Seni dalam Pandangan Susanne K Langer

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
WhatsApp
Telegram

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *