MIRMAGZ.com – Tren menulis ulasan buku atau bisa juga disebut dengan resensi makin marak di era digital. Banyak pengguna media sosial yang mengulas buku di berbagai platform seperti Instagram, Twitter, Facebook dan juga blog seperti Medium. Dengan fitur masing-masing media, kemudahan untuk menerjemahkan kata-kata dalam berbagai bentuk visual bisa terwujud. Oleh karenanya, tak sedikit ulasan buku bisa ditampilkan dalam wujud infografis dan poster.
Antusiasme masyarakat muda terhadap tren ini dapat terlihat dalam Kelas Selasa yang diselenggarakan oleh Tempo Institute kemarin malam, Selasa (10/1/2023). Pembicaranya, Alya Putri adalah seorang bookstagram (gabungan dari dua kata; book dan instagram, bermakna seseorang yang mengulas buku di medium Instagram). Selain aktif mengulas buku di platform tersebut, Alya juga bekerja sebagai seorang research analyst di Jakarta Center.
Cara Menulis Ulasan Buku
Di dalam kesempatan tersebut, Alya menjelaskan secara umum bahwa sebelum seseorang menulis sebuah ulasan tentang suatu buku, perlu untuk mengerti mengapa dia melakukannya. Hal itu dianggap penting agar selama menulis ulasan buku, penulis mampu menyajikan konten yang memuat nilai (value). Nilai itu yang nantinya akan dipetik oleh pembaca ulasan dan memengaruhinya untuk membaca buku yang diulas.
Beberapa pertanyaan publik seperti bagaimana cara, trik dan tips dalam menulis ulasan agar terkesan mudah juga dijawab cukup rinci oleh Alya. Menurutnya, mengulas buku memerlukan latihan seperti halnya menulis karya lainnya. Topik yang disukai atau dikuasai juga menjadi salah satu poin penting dalam memilih buku yang akan diulas. Kebanyakan orang merasa sulit untuk memulai penulisan karena topik yang dikuasai minim.
Secara teknis, Alya tidak banyak memberikan rincian namun secara garis besar dapat dipahami. Hampir seperti karya tulis lainnya, menulis ulasan buku memuat tiga tahap yaitu pembuka, isi dan penutup. Umumnya, pada tahap pembuka, seorang pengulas akan lebih baik jika menyuguhkan kutipan menarik dari buku di awal kalimat. Hal itu diyakini mampu menarik pembaca untuk lebih jauh menelaah ulasan yang dibuat.
“Proses mengenai buku yang diulas juga bisa dijadikan bahan pembuka dalam tulisan,” ungkap Alya dalam sesi webminar 60 menitnya itu. Pengulas buku menurutnya boleh menceritakan bagaimana awalnya buku tersebut diulas. Misalnya, mungkin saja buku itu merupakan rekomendasi dari seseorang yang berpengaruh atau buku tersebut pernah dibaca oleh seorang tokoh terkenal. Penceritaan seperti ini akan menarik engagement pembaca lebih dalam agar membaca buku yang diulas.
Lebih lanjut pada tahap isi, Alya mengatakan bahwa sebelum seseorang menyampaikan pendapatnya tentang buku yang dia baca, utamakan untuk mendeskripsikan buku. Deksripsi buku ditulis berdasarkan kondisi fisik buku dan sedikit ringkasan cerita tanpa memberitahu akhir cerita (blurb). Setelah deskripsi buku selesai, pengulas bisa memberikan pendapatnya tentang buku tersebut.
Opini bisa berupa kesan pengulas selama membaca buku, bisa juga mengenai masukan dan kritik. Adapun mengenai kritik, Alya berpesan agar seorang pengulas mampu menyertakan referensi lain yang mendukung kritiknya agar tersaji secara obyektif. Dan sebelum menyampaikan kritik, akan lebih baik jika pengulas memaparkan terlebih dahulu kelebihan dari buku yang diulasnya atau mungkin beberapa pujian terhadap penulis dan buku tersebut sebagai wujud apresiasi.
Tahap ketiga dan terakhir yaitu penutup, Alya menambahkan satu langkah sesudah konklusi. Tahap itu dinamakan call to action alias kalimat persuasi yang mampu mendorong pembaca ulasan untuk berkenan membaca buku yang diulas. Kalimat persuasi atau dorongan itu bisa ditulis dengan berbagai gaya. Alya juga berpesan agar pada tahap call to action, pengulas mampu menyertakan alasan-alasan yang relevan dengan kehidupan untuk menarik minat pembaca.
Berikut ini contoh ulasan buku yang ditulis Alya di instagram miliknya @bacaanalya
Perhatikan Aturan Tak Tertulis
Lebih dalam lagi, agar menulis ulasan dapat dinikmati alias menyenangkan, Alya mengungkapkan bahwa pengulas buku harus mematuhi beberapa “aturan tak tertulis”. Beberapa peraturan itu di antaranya seperti; tidak boleh menyinggung SARA, tidak melakukan book-shaming, menyantumkan disclaimer dan trigger warning jika buku yang diulas mengandung konten sensitif. Pengulas juga dilarang memberitahu pembaca tentang ending dari buku fiksi, sementara untuk buku non-fiksi, dianjurkan untuk memberikan informasi sebanyak mungkin tanpa melakukan plagiasi.
Fun Fact: Untuk menulis ulasan buku non-fiksi, semakin banyak poin penting disampaikan justru semakin menarik!
Gaya menulis tiap pengulas juga boleh berbeda-beda, semua kembali kepada gaya persona tiap individu. Hanya saja, Alya menekankan bahwa gaya bahasa pengulas harus disesuaikan dengan sasaran pembaca. Hal itu dimaksud untuk meningkatkan engagement dengan pembaca ulasan. Selain gaya bahasa menulis, informasi yang dituang dalam bentuk poin juga bisa membantu pengulas dalam menyampaikan nilai-nilai dari buku yang diulasnya.
Terakhir, pengulas diharapkan tidak akan membandingkan genre buku yang diulasnya karena hal itu tidak sepadan. Jika ada ihwal yang membuat seorang pengulas ragu maka sebaiknya dia mengulik informasi lain lebih jauh demi menyempurnakan ulasannya.Bagaimana, tertarik untuk mencoba?
Miranti Kencana Wirawan. Content Writer. Alumnus Kajian Timur Tengah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret. Founder dan Editor in Chief situs web Mirmagz.com. Pernah bekerja di RIA FM Sonora Network dan KOMPAS.com sebagai jurnalis kanal internasional.