MIRMAGZ.com – Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai kebutuhan papan. Rumah juga menjadi bagian dari keluarga untuk membuat kenangan pada kehidupan manusia.
Indonesia-pun melalui pemerintahnya, berusaha untuk memenuhi kebutuhan rumah dengan adanya Rumah Subsidi. Cicilan ringan untuk pekerja yang memiliki penghasilan setara UMR di daerah, dapat mengajukan diri untuk mendapatkan rumah subsidi.
Banyak orang yang mencari Rumah Subsidi sebagai rumah pertama-nya, namun tidak banyak orang yang berbagi pengalaman dalam mendapatkan Rumah Subsidi ini. Melalui blog pribadi Angga, dia mencoba berbagai pengalaman dalam mendapatkan rumah subsidi. Semoga memberikan sudut pandang dari calon pembeli rumah subsidi yang lain. Berikut cerita pengalamannya:
Pengalaman ini merupakan perwujudan niat dari kemarin-kemarin ingin membagi pengalaman ketika membeli rumah. Apalagi di Jakarta dan sekitarnya, yang artinya, bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) seperti saya, harus terlempar ke Depok dan Bogor untuk dapat sekedar mendapatkan kenyamanan memiliki rumah.
Beruntung kalau memiliki keluarga kaya yang bisa membelikan rumah langsung se-isinya. Kalau dapetnya hanya perantauan dari desa mah, akhirnya harus pasrah dengan kuasa yang ternyata baru dapat mengambil yang subsidi. Ini awal yang baik

Melalui blog ini saya akan berbagi step-by-step untuk mendapatkan Rumah Subsidi, namun status hari ini (16/04/2018) saya masih proses KPR untuk mendapatkan rumah subsidi. Banyak artikel lain yang telah membahas tentang persiapan, apa saja yang disiapkan dan hal-hal kecil lain yang dibutuhkan untuk mendapatkan rumah subsidi.
Diawali ketika saya dan istri berencana untuk mendapatkan rumah, namun terhalang oleh masa kerja saya yang baru 1 tahun, per Maret 2018.
Kala itu, Januari 2018 akhir, saya dan istri berencana untuk mencari rumah agar menjadi awal untuk keluarga kecil saya. Saat itu, trisemester pertama kehamilan istri saya, dan anak pertama, inshaAlloh akan lahir akhir Agustus 2018.
Maka, mau tidak mau harus mencari tempat meneduh yang lebih baik, dibandingkan di Pondok Indah (Nenek) Mertua. Jauh sekali ya, hahaha. Tapi memang seperti itulah keadaannya. Keluarga-pun akhirnya dalam satu rumah, dan kami berpandangan untuk mencari rumah di tahun 2018.
Survey sana-sini. Mencari lokasi yang cocok, di bulan Februari 2018. Berbekal berani, melangkah, karena memang orang tua kandung memberikan support dana yang cukup besar, untuk mendapatkan rumah. Meskipun hanya untuk DP-Proses Developer. Akhirnya dapatlah rumah di daerah Leuwiliang. Jauh? Memang, sengaja. Untuk mendapatkan ketenangan kehidupan Jakarta yang super macet!
Program DP 0 persen. Hanya 10 juta untuk membayar BPHTP-Proses di Developer, itu super sangat murah sekali. Maka, diniatkanlah ke sana. Pengajuannya ternyata harus ke BTN-Syariah agar DP 0 persen didapatkan. Akankah berhasil?
Pada bulan Maret 2018, di minggu ke-3, diberitahukan bahwa Aplikasi KPR ditolak, karena SPR tidak mencukupi. Akhirnya, dengan bertanya ke kawan yang bekerja di bank, apa itu SPR.
Dia menjelaskan dalam bahasa yang sederhana, penghasilanmu itu dipandang bank tidak cukup untuk melakukan cicilan. Ya, ada kalanya semua yang direncakan, bertabrakan dengan segala sesuatu.
Senin minggu ke-4 Maret 2018, akhirnya diputuskan untuk memasukkan aplikasi ke bank Artha Graha-Depok. Dan 3 hari kemudian, aplikasi KPR dimasukkan, 3 hari berikutnya visiting ke Kantor (tempat saya bekerja), untuk wawancara dengan petinggi kantor, guna memastikan saya merupakan karyawan sesuai dengan yang diajukan dalam aplikasi. Pertanyaannya tidak jauh dari berapa gaji yang didapatkan perbulan, melalui apa, siapa petinggi kita, ya itu-itu saja sih. Tidak lebih.
Update! Juli 2018
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dikabulkanlah permintaan KPR saya di Artha Graha-Depok. Minggu ke-2 dikabari oleh pihak Bank bahwa KPR disetujui.
Informasi pada minggu kedua ini memberikan sedikit harapan untuk mendapatkan rumah yang kami impikan. Dikabari belum tentu dalam waktu dekat akan akad ya. Mau bagaimanakah, kita percaya Tuhan membantu segala hal, namun jalan ikhtiar masing-masing orang berbeda, bukan? Kalau memang ini rejeki untuk anak kami, semoga akan berkah nantinya.
Awal minggu ke-3 dikabari dari Developer, telah menerima surat resmi dari Bank terkait pengajuan KPR. Kemudian Pihak Developer memberikan skema pembayarannya. Secara sederhana, ada 2 hal yang harus dipersiapkan secara garis besar.
Pertama; Dana untuk membiayai proses di Bank, ini biasanya berisi biaya yang berkaitan dengan kepengurusan KPR di bank. Beberapa bank memiliki kebijakan untuk melakukan standar pembiayaannya. Ada syarat yang harus dibayar, termasuk dana mengendap, dan dana KPR yang harus dibayarkan agar proses KPR sesuai dengan perjanjiannya.
Kedua; Dana untuk membiayai proses di Developer. Dana ini berkaitan dengan Down Payment, kemudian Booking Fee, dan dana yang dibutuhkan untuk pengembangan di bagian Developer.
Dana yang dibutuhkan untuk Pembelian Rumah Subsidi (harga 148 jt)
Booking Fee – 1.000.000 (setiap developer berbeda)
Down Payment (DP) – 7.050.000 (5% dari harga rumah, karena ini mendapatkan subsidi dari pemerintah)
Biaya BPHTP-proses lain di Developer – 10.000.000 (ini beragam juga, kadang ada yang 7,5; 12, dll bergantung dari jasa yang ditawarkan)
KPR-proses lain di Bank – 6.000.000 (ini belum fix, karena saya belum mengalami) dan jadinya saya tidak dibebani hal ini
Artinya, untuk mendapatkan rumah subsidi, dengan harga 148 juta, dan cicilan 980 ribuan/bulan diperlukan dana awal 22-23 juta. It’s a great deal, Man!
Perlu dipahami, untuk mengurus sebuah rumah baru. Biasanya, pembelian bisa melalui 2 jalur; pertama, cash to developer, yaitu membayar secara tunai/cash, bisa bertahap maupun lunas; kedua, menggunakan pihak ke-3, yaitu melalui lembaga perbankan, atau pemilik modal untuk dapat dicicil oleh penghuni rumah, hal ini biasanya ditawarkan kepada karyawan-karyawan swasta/negeri untuk kepemilikan rumah. Enak memang kalau jadi karyawan swasta bonafide, dan pegawai negeri, makanya banyak lowongan yang terisi. Yasudahlah.
Step-step pembelian rumah yang saya alami seperti ini; Booking Fee (bulan 2) > Down Payment (bulan 2, biasanya beberapa developer membangun bangunan yang belum jadi) > Pengajuan KPR (wawancara, dan hal-hal printilan lain) > KPR disetujui (SP3K) > Akad (bahasa lainnya, adalah Realisasi) > Serah terima kunci.
Nah, step saya baru akan akad besok tanggal 25 Juli 2018. Itupun direncanakan. Serta belum serah terima kunci saat akad, karena DP saya belum lunas. Lunas dulu, baru bisa serah terima kunci. Baiklah, lagipula saat ini saya masih menikmati rumah kontrakan yang akan berakhir pada 2018.
Update! 15 Oktober 2018
Per 26 Juli 2018, saya resmi memiliki rumah. Dengan luas tanah 60 m2. Maklumlah, subsidi, tapi setidaknya, tidak ada bayaran bulanan yang menguap begitu saja, bukan? Dan bulan ini adalah bulan ke-3.
Ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian, bahwa dalam pembelian rumah ada baiknya mencermati setiap detil pembayaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksi. Saya mengalami auto debet yang tidak sedikit, karena tidak paham ternyata ada biaya lain selain yang sudah saya sebutkan pada sesi-sesi sebelumnya. Seperti copy akta tanah, dlsb.
Yang tadinya mengajukan 20 tahun, tempat saya di potong jadi 15 tahun, dan cicilan menjadi naik, tidak hanya satu ke bawah, tapi satu juta seratus, sisa uang bensin. Apapun itu, disyukuri sudah memiliki rumah, tanpa adanya ini, mungkin masih luntang-lantung di Jakarta dan Solo.
So, jadilah konsumen yang cerdas. Setidaknya dengan mencermati, kita menjadi lebih berhati-hati. Selamat berburu rumah~
Penutup
Bagian penting dalam mencari rumah adalah kecocokan antara pembeli dengan kondisi keuangan yang ada. Tidak semua orang bisa mendapatkan rumah dewasa ini, kondisi covid yang juga semakin tinggi setiap hari membuat banyak debitur rumah subsidi yang kelimpungan.
Hal ini juga mengharuskan orang untuk berpikir ulang untuk mendapatkan rumah subsidi. Namun, dengan adanya pengalaman ini, sekurang-kurangnya dapat memberikan gambaran bagaimana cara mendapatkan rumah subsidi.

Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.
3 thoughts on “Pengalaman Membeli Rumah Subsidi di Indonesia”
Pingback: Pengalaman Beli Rumah Subsidi (Updated, InshaAlloh) – AK. Dawami
terima kasih infonya
Thank youuuuu