MIRMAGZ.com – Seniman tidak harus berangkat dari galeri ataupun seni yang mengakui dirinya ada padahal menjadikannya seniman juga muncul dari berbagai keadaan termasuk dalam pendidikan seni sekalipun. Seniman-seniman yang keluar dari rahim pendidikan seni, mendapatkan banyak kesempatan untuk merambah ke wilayah seni, ataupun wilayah yang lain. Diantaranya adalah: menjadi guru, bekerja kepada ekosistem seni yang membutuhkan bakat seninya, atau karya desain ataupun juga bisa menjadi seniman independen.
Tentu ini disesuaikan dengan impiannya ketika belajar di bangku kuliah dulu. Kita tahu bahwa tidak semua orang dapat berkarir di satu tempat yang sama, sesuai dengan background pendidikan kita. Dan juga kita mengetahui bahwa starting point orang itu akan berbeda-beda, sesuai dengan pengaruh pemahaman dari lingkungan. Seniman bisa juga berangkat di wilayah seni yang “nyeni” menuju wilayah aplikatif seni pada masyarakat.
Aghni Ghofarun Auliya merupakan salah seorang seniman ilustrator yang kini menjalani karya seninya dari wilayah lomba-lomba komik dan ilustrasi. Wilayah ini merupakan salah satu aliran dalam aplikatif seni yang dia tekuni. Justru Aghni lebih intens mengikuti perlombaan untuk mendapatkan hadiah di bidang ilustrasi. Ketika berada dalam wilayah kampus, dia sempat mengikuti kompetisi kaligrafi, dan kompetisi gambar lainnya. Visinya yang berupa pengakuan terhadap karya ilustrasi, yang berambisi untuk mendapatkan hadiah.
Aghni hari ini menuju menjadi seorang ilustrator yang memburu prize atau hadiah dalam karya-karya seninya. Tentu, hal ini menjadi tidak perlu dipersoalkan karena pada hakikatnya nya seni itu mampu beradaptasi terhadap apa yang seniman lakukan, merespon keadaan termasuk keadaan kehidupan seniman yang tidak harus hidup dalam ekosistem seni itu sendiri. Pada hakikatnya, seniman selalu ingin menyalurkan karya-karyanya yang berupa ungkapan jiwa terhadap nilai-nilai yang ada pada endapan pemikiran, gagasan, dan hal itu akan sangat bergantung pada keberangkatan si seniman memahami realitas yang ada disekitarnya.
Sebagai Bounty Hunter dalam bidang Ilustrasi, Aghni memulai aksi perburuannya ketika ada pengumuman atau sayembara yang berkaitan dengan ilustrasi. “Pernah suatu waktu, pagi mendapatkan informasi ada lomba ilustrasi ini, deadline jam 9 malam, maka tak kejar!” pungkasnya tajam.
Pada hakikatnya nya jumlah hadiah yang besar tentu akan membawa semangat yang besar juga untuk mendapatkan hadiahnya. Menerawang ketika Aghni masih mahasiswa, kemudian memberikan pernyataan, “bisa dibayangkan apabila seorang seniman kejuaraan atau perlombaan hanya dibayar juara satunya saja Rp100.000 dan itu terjadi ketika saya mahasiswa.”
Memulai Pencarian Hadiah
Informasi perlombaan menjadi sangat penting untuk diketahui seorang Bounty Hunter seperti Aghni. Tahapa awal ini melakukan brainstroming terhadap tema, siapa jurinya, bagaimana tipe lombanya, dan akhirnya menentukan konsep visual yang akan digarap. Sebenarnya yang penting dalam sebuah karya visual adalah bagaimana kekayaan konsep yang tadinya berupa pengetahuan, dapat dianalisis menjadi bagian penting dalam penyampaian pesan, dan dalam hal ini, intensitas seorang seniman patut menjadi acuan untuk membentuk konstruksi berfikir visual, secara sederhana “bagaimana nanti hasil akhirnya?”
Tahap berikutnya, pengolahan konsep visual dari Agni berangkat dari wilayah konsep desain pada proses kreatif desain grafis. Namun hal ini tentu sangat bergantung pada jam terbang masing-masing seniman. Meskipun latar belakang Aghni yang berdasar pada seni lukis dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta, namun kita tahu bahwa seni rupa juga menelurkan berbagai cabang seni rupa yang beranak-pianak tekniknya, namun memiliki jiwa yang sama, penanda zaman, penyampai ide/gagasan.
Konsep dasar berfikir seni rupa tetap dipakai saat Aghni bekerja sebagai bounty hunter. Hal ini yang diterapkan oleh Aghni untuk menelurkan karya-karya yang akhirnya menjuarai beberapa kali Perlombaan di tingkat nasional. Katakanlah seperti ide konsep dari perlombaan dari BNPB tentang covid-19, Aghni membuat “Mural Untuk Pejuang Kesehatan” mengawalinya dengan melihat kondisi perkembangan sosial masyarakat hari ini. Selain itu juga melihat karya-karya yang sudah mengirimkan terlebih dahulu ataupun melihat karya-karya diluar dari perlombaan yang kemudian membuat diferensiasi atau perbedaan yang mendasar dari sisi teknis, ide sebelum dikirim. Hal ini merupakan strategi bagi Aghni dalam menjadi seorang Bounty Hunter untuk memenangkan sebuah perlombaan ilustrasi.
Namun sebagai seorang Bounty Hunter hasrat untuk memenangkan sebuah lomba, merupakan booster dalam membuat karya, sehingga ide-ide yang berkaitan dengan kenyataan asli dapat ditransformasikan kepada hal yang visual. Tentu karya yang baik harusnya memiliki referensi yang baik pula ketika proses pembuatan ataupun hasil akhirnya. Pada hakekatnya kita akan menemui titik-titik dimana seorang seniman harus juga berhadapan pada wilayah kehidupan nyata yang nantinya membuatnya terus mengembangkan improvisasi karya, dan mencukupi intensitasnya dalam berkarya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa intensitas dalam berkembangnya sebuah karya seni itu akan terus menerus sejalan seiring berjalannya waktu. Cukup waktu atau bisa dikatakan sebagai jam terbang yang akan membuktikan apakah nanti seorang Bounty Hunter akan mencapai titik yang sesuai dengan apa yang diinginkan sebagai seorang ilustrator yang terkenal. Karena Aghni bermimpi untuk menjadikan karya-karyanya menjadi bagian dari Webtoon, sebuah situs komik yang seleksinya begitu ketat.
Permasalahan dalam Perlombaan
Pembuatan karya dari Aghni sendiri juga merupakan kontemplasi dalam kehidupannya. Juga bisa disebut sebagai seni, tetapi saat ini karya-karya ilustrasi yang dimenangkan dalam berbagai kompetisi lomba komik ataupun ilustrasi itu hanya untuk mengejar hadiahnya. Adakalanya pembuatan komik atau ilustrasi yang dilakukan penyelenggara akan sedikit dicurangi oleh penyelenggara dengan alasan untuk melepaskan hak ciptanya.
Katakanlah ada syarat “karya yang dikirim menjadi hak sepenuhnya penyelenggara”. Apabila nanti sudah mengirim karya itu menjadi hak panitia “Aku ingin mengatakan bahwa, iya sama saja, seperti kita bantu dia untuk atau membantu penyelenggara dalam membuat karya dengan gratis. Kalau tidak menang ya karya kita juga akan jadi bagian dari mereka, karena aturan karya menjadi milik panitia. Itu sangat riskan terjadi yang nantinya akan disalahgunakan sebagai hak cipta dari penyelenggara. Dan ini menjadi permasalahan berikutnya perlombaan ilustrasi atau komik itu sendiri,” pungkasnya.
Tapi pada titik apa manusia akan mencapai kesadaran terhadap karya orang lain ataukah sebenarnya kita terjebak pada segala sesuatu itu adalah milik bersama. Sehingga penciptaan sebuah karya hanyalah penciptaan yang nantinya bisa digunakan siapa saja tanpa melanggar hak cipta? Tetapi untuk kepentingan pengakuan hak cipta, tentu diri kita apabila ingin terjun di dunia perlombaan seperti ini harus memahami bagaimana “aturan main” yang berlaku. Sehingga karya-karya ilustrasi ataupun karya seni dapat dimaksimalkan, bermanfaat untuk si seniman, tapi juga bermanfaat untuk penyelenggara.
Kesimpulan
melalui jalan ilustrasi merupakan bukti yang nyata bahwa tidak semua lulusan seni rupa, apapun bidangnya, itu harus bekerja pada wilayah seni. Tidak semua lulusan seni itu harus bekerja wilayah seni yang “nyeni” atau yang seharusnya. Proses pekerjaan apapun yang menggunakan seni juga merupakan proses untuk mencari identitas dalam diri serta menemukan konstruksi berpikir dari si seniman. Tujuannya juga seharusnya positif misalkan untuk masa depan orang lain atau masyarakat secara luas.
Disitulah konsep seni itu digunakan sebagai bagian dari pengembangan masyarakat itu sendiri. Kita bisa melihat wacana-wacana yang lebih bagus apa menerima seni itu dalam berbagai bentuk berbagai wilayah seperti sekarang, misalkan dalam seni telah merambah ke pengakuan secara digital dalam NFT. Kemudian, ada juga penjualan melalui kompetisi desain juga merambah ke wilayah-wilayah seni, apapun latar belakang Anda, mau seniman atau bukan seniman, bisa mengikuti kompetisi ini. Dr. Mikke, juga melayangkan tulisan yang berkaitan dengan NFT, “harusnya seniman itu menjadi lebih kreatif di dunia seperti sekarang ini” tulisnya.
Karena kita tahu bahwa orang-orang yang tanpa pengetahuan seni atau yang bukan berangkat dari ekosistem seniman atau bisa dikatakan berangkat dari wilayah yang non-seni membuat karya seni dan dimainkan platform penjualan seni. Memang pada akhirnya seni itu akan merambah ke berbagai bentuk, apapun mediumnya, seni akan mewarnai kehidupan manusia yang monoton. Aghni mampu membuktikan dan menjadi seorang Bounty Hunter dalam wilayah ilustrasi, kalian bisa kepoin karya-karyanya di Instagram @aghni_ghofarun
Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.
1 thought on “Bounty Hunter di Dunia Ilustrasi, Aghni Ghofarun Auliya!”
Good day! I just wish to give you a huge thumbs up for your excellent information you have got here on this post. I am coming back to your blog for more soon. Good day! I just wish to give you a huge thumbs up for your excellent information you have got here on this post. I am coming back to your blog for more soon. נערות ליווי במרכז