MIRMAGZ.com – Kita sering melihat bahwa seorang seniman merupakan setengah dewa yang ide-idenya begitu beragam, dan pada akhirnya menjadikan semua karya seninya begitu otoriter. Penuh dengan ungkapan kehidupan yang mengendap dalam dirinya. Membentuk sesuatu yang pada akhirnya dominan untuk dipahami oleh orang lain. Katakanlah karya Raden Saleh, yang dianggap sebagai seniman modern, pulang dari Belanda, kemudian menjalar menjadi Mooe Indie, gerakan seni yang menunjukkan ke-Indonesia-an.
Pada beberapa dekade kemudian seni berorientasi untuk membentuk dirinya dengan nama Seni Kontemporer, penuh dengan kekinian dengan medium yang beragam. Instalasi, Performance Art, mewarnai Gerakan Seni Rupa Baru yang menjadikan titik tolak seni kontemporer, bentuknya? Aneh-aneh, bahkan kitapun akan geleng-geleng, ini maksudnya apa sih?
Desainer dianggap bukan seniman yang ide-idenya dari kehidupan client, hidup dari apa yang client minta, serta membentuk karya desain sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses kreatif yang begitu rumit. Namun pada akhirnya mengikuti apa kata hati client, sehingga sebagai tukang gambar yang mendapatkan arahan dari client, desainer pada akhirnya menyerah pada keadaan tentang apa yang diangkatnya.
Meskipun paradigma seni yang ada dalam pengetahuan diri desainer itu sendiri, membentuk dirinya kala itu. Nantinya desainer ini juga memiliki sedikit jiwa seni yang dapat diklaim sebagai seni itu sendiri. Tapi apakah bentuk seni yang dibuat oleh desainer bisa dikatakan sebagai Seni?
Seni tidak lagi hidup tanpa adanya pengakuan, adanya ekosistem seni yang menyediakan semua ego manusia tentang seni itu sendiri. Memiliki karya seni dari seorang yang besar, misalkan Picasso, maka menjadikan ego pemiliknya bahwa dia mampu memiliki karya mahal yang dilukis oleh Picasso. Entah karya itu memberikan dampak pada dirinya atau tidak. Maka kita sejenak untuk melihat seni dari wilayah lain, sastra.
Apabila seorang sastrawan yang sering mengungkapkan ide/gagasannya sebagai sebuah hal yang muncul dalam dirinya, maka, apakah kemudian itu disebut sebagai sebuah seni. Seni tentang menulis yang menyenangkan untuk mengungkapkan apa yang telah menjadi endapan pikirannya.
Status seniman yang idenya tidak bisa dibantah, merupakan titik sakral seni yang akhirnya dipahami. Seorang sastrawan yang tidak lagi mau mengubah apa yang telah dibuatnya, merupakan titik yang tidak bisa diubah. Layaknya sebuah benda yang telah tercipta oleh Tuhan tentang sesuatu, pada akhirnya akan diterima manusia sebagai bagian dari kehidupannya. Bukankah benda-benda yang telah ada, dapat berubah bentuk, berubah wujud, berwujud tanpa adanya bentuk fisik?
Desainer tidak bisa begitu, kekeuh terhadap karya desain yang diciptakannya. Desain yang telah dibuat, juga bisa dikatakan hasil kolaborasi client dengan desainernya itu sendiri. Sehingga, pada akhirnya kita melihat bahwa desain yang dibuat memiliki tujuan komunikasi pada target yang telah ditetapkan.
Melihat desain F*anta yang begitu berwarna juga membuat konstruksi desain untuk anak muda. Atau H*onda, yang diclaim sebagai motor tahan lama, bukankah itu pengaruh dari desain yang ditanamkan pada pikiran target marketnya? Pada akhirnya desainer tidak memiliki kuasa untuk menciptakan karya desain yang memuat nilai seni.
Tapi kemudian apabila seorang seniman menerima Commission Work, sebuah hal yang jika ada client menugaskan sesuatu atau menugaskan seseorang untuk melakukan sesuatu, Yang secara resmi mengatur agar seseorang (bisa juga seniman) melakukan suatu pekerjaan untuk sebuah hal, misalkan membuat karya seni dengan tema A, atau tema B. Pada titik ini, apakah seniman juga disebut sebagai desainer? Maka kita perlu melihat cara kerja dari seniman ini sendiri.
Seperti ketika Sudjojono mengambil pekerjaan dari Ali Sadikin, yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta, untuk membuat karya Sultan Agung, maka Sudjojono bisa dikatakan sebagai desainer yang memenuhi permintaan dari Ali, untuk membuat karya tersebut. Namun kita bisa melihat bahwa karya Sultan Agung juga merupakan tonggak untuk seorang seniman mengungkapkan pesan tersembunyi yang diinginkan oleh Ali Sadikin sebagai client. Cara kerja ini mirip dengan cara kerja Desainer yang mentransformasikan brief, atau pesan dari client menuju karya desain.
Atau ketika seorang desainer membuat karya desain yang mengungkapkan jiwanya, kontemplasi dari apa yang telah dia alami, membentuk desain yang rumit, penuh dengan hal-hal yang membuat indah. Memenuhi kriteria estetika Monroe misalkan, atau memenuhi kriteria estetik dari Plato. Atau memenuhi kriteria dari sebuah gaya seni masa lampau yang dihadirkan kembali? Maka, apakah itu disebut sebagai seni? Desain yang seni juga? Karya seni?
Pemikiran ini akhirnya berujung pada seni tidaklah hadir dari wilayah yang diinginkan orang lain. Seni merupakan ungkapan yang dibuat oleh siapapun untuk menghadirkan kenyataan, pengetahuan, kesadaran tentang apa yang disampaikan. Pemikiran tentang melihat apa yang dikatakan, dan tidak memutuskan hanya dari covernya sepertinya tepat untuk memandang seni sebagai seni. Maka, seni dan desain merupakan dua hal yang saling bergelut dan sambung menyambung sebagai sebuah ilmu untuk menjabarkan kehidupan manusia itu sendiri. Jadi, apakah desainer dan seniman itu sama? Mungkin sama, mungkin juga tidak.
Pemikir Muda, Pengajar Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, telah menyelesaikan gelar Doktor di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Peneliti serta penulis pemikiran tentang Seni.