MIRMAGZ.com – Kehidupan begitu keras. Buktinya? Perselisihan, peperangan, kemiskinan, kesulitan pangan, perceraian, adalah sedikit dari problematika hidup yang melahirkan masalah-masalah baru lainnya. Tidak semua orang bisa bertahan. Beberapa mungkin berhasil mencari jalan keluar dengan jalur pembebasan jiwa (agama) namun tak berarti jejak itu menjadi solusi banyak orang lainnya.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang gagal menghadapi masalah hidup? Tidak sedikit yang memutuskan untuk mengakhiri dengan bunuh diri. Namun, cukup banyak juga yang punya “solusi” lain; kabur, menghilang, “menguap” seperti air yang menguap akibat tersorot sinar matahari. Atau dengan kata lain, “lari dari kenyataan”.
Beberapa kisah berseliweran di media sosial, di situs web dan situs berita. Investigasi seperti yang dilakukan media Barat BBC dan TIME menunjukkan bahwa orang-orang yang “menguap” ini kebanyakan menghindari apa yang membuat mereka malu.
Budaya “menguap” ini menurut investigasi BBC tersebut pada dasarnya terjadi di berbagai belahan dunia. Mulai dari Eropa sampai Asia. Di Jepang, budaya “menguap” alias fenomena orang-orang lenyap ini dikenal dengan istilah jouhatsu.
Jouhatsu (蒸発, じょうはつ) sendiri artinya memang “menguap”. Dalam beberapa contoh kalimat, kata “jouhatsu” bisa digunakan. Jouhatsu bisa digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses embun pagi menguap ketika terpapar sinar matahari, tentang proses air yang menguap ketika direbus dan uniknya juga tentang orang-orang yang menghilang pergi karena alasan tertentu.
Fenomena jouhatsu marak di Jepang. Entah karena kisah “dunia tersembunyi” sudah menjadi bagian budaya yang populer di Jepang atau karena memang orang-orang Jepang tidak terbiasa menahan malu yang teramat sangat. Bagaimanapun, film animasi paling terkenal di Jepang, Spirited Away menunjukkan adanya keyakinan masyarakat Jepang terhadap hidden world. Film ini mengisahkan terperangkapnya Sen bersama ibu-bapaknya pada sebuah dunia supernatural.
Dalam beberapa literatur Jepang lainnya, hidden world juga kerap ditonjolkan. Melansir BBC, cerita tentang dunia tersembunyi sering terselip dalam beberapa karya sastra seperti salah satunya The Elephant Vanishes (gajah yang menghilang) karya Haruki Murakami, sebuah kumpulan cerpen tahun yang ditulis dalam rentang tahun 1980-1991.
Sosiolog Hiroki Nakamori mengatakan kepada TIME bahwa dia telah mengamati fenomena jouhatsu selama sebuah dekade. Dia mengatakan bahwa terminologi jouhatsu pertama kali digunakan untuk merujuk pada orang-orang yang memutuskan untuk “melenyapkan diri” di era 1960-an. Saat itu, kasus perceraian masih sangat rendah dikarenakan proses resminya yang kompleks dan rumit. Orang-orang sejak itu lebih memilih untuk meninggalkan kenyataan yang mereka hadapi dengan memutuskan pergi.
“Di Jepang, menguap lebih gampang,” ujar Nakamori dilansir dari TIME. Dengan ‘lenyap’, privasi mereka sangat dilindungi. Orang yang dinyatakan ‘menguap’ dan berstatus hilang masih dengan bebas mampu menarik uang tunai dari ATM dan keluarga mereka tidak bisa mengetahui atau melacak di mana keberadaan mereka.
“Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain seperti adanya kriminalitas atau kecelakaan. Keluarga yang mau mencari bisa membayar dengan biaya besar kepada seorang detektif swasta,” pungkas Nakamori. Atau tidak, kebanyakan hanya menunggu saja anggota keluarga mereka kembali.
Miranti Kencana Wirawan. Content Writer. Alumnus Kajian Timur Tengah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret. Founder dan Editor in Chief situs web Mirmagz.com. Pernah bekerja di RIA FM Sonora Network dan KOMPAS.com sebagai jurnalis kanal internasional.